Koteka adalah pakaian tradisional khas Papua yang di gunakan oleh laki-laki dari berbagai suku di wilayah Pegunungan Tengah Papua, seperti suku Dani, Lani, Yali, dan Mee. Lebih dari sekadar penutup tubuh, koteka mencerminkan identitas budaya, status sosial, dan filosofi hidup masyarakat adat Papua.
Asal Usul dan Bahan Pembuatan
Istilah “koteka” berasal dari bahasa Mee yang berarti “pakaian”. Dalam bahasa suku Dani, koteka di kenal dengan sebutan “holim”. Koteka umumnya terbuat dari labu air (Lagenaria siceraria) yang di keringkan dan di bentuk sesuai kebutuhan. Proses pembuatannya melibatkan pengeringan, pengukiran, dan kadang-kadang di hias dengan lilin lebah, bulu burung, atau kerang untuk menambah nilai estetika. Beberapa suku juga menggunakan bahan lain seperti moncong burung taun-taun (Rhyticeros plicatus) sebagai bahan koteka.
Fungsi dan Makna Sosial
Koteka tidak hanya berfungsi sebagai penutup alat kelamin, tetapi juga sebagai simbol status sosial dan identitas suku. Misalnya, suku Yali menggunakan koteka panjang dan ramping yang membantu menopang ikat pinggang rotan, sementara suku Lani menggunakan koteka ganda yang dapat di gunakan untuk menyimpan barang-barang kecil seperti uang atau tembakau.
Bentuk dan cara pemakaian koteka juga mencerminkan status sosial pemakainya. Pada suku Dani, misalnya, koteka yang melengkung ke depan (kolo) di kenakan oleh pemimpin konfederasi, sementara koteka yang melengkung ke samping (haliag) di kenakan oleh jenderal perang atau pemimpin budaya. Koteka lurus biasanya di kenakan oleh masyarakat biasa.
Perubahan dan Pelestarian
Pada awal 1970-an, pemerintah Indonesia meluncurkan “Operasi Koteka” untuk menggantikan koteka dengan pakaian modern seperti celana dan kemeja. Namun, program ini menghadapi tantangan karena masyarakat setempat tidak terbiasa dengan perawatan pakaian modern, yang menyebabkan masalah kesehatan kulit. Akibatnya, program tersebut akhirnya di hentikan.
Saat ini, penggunaan koteka telah berkurang dan lebih sering di gunakan dalam upacara adat, festival budaya, atau sebagai cendera mata. Namun, koteka tetap menjadi simbol penting dari identitas budaya Papua dan warisan leluhur yang harus di lestarikan.