1. Buah Nira & Tradisi Fermentasi
Arak Bali adalah minuman keras tradisional yang di buat dari nira pohon kelapa, lontar (ental), atau aren. Sentra utama produksinya berada di Kabupaten Karangasem, di desa-desa seperti Tri Eka Buana (Sidemen), Merita (Abang), dan Bebandem (Bebandem) Prosesnya melibatkan fermentasi nira selama beberapa hari oleh ibu rumah tangga setempat, kemudian di suling menjadi cairan bening dengan kadar alkohol mencapai 30–40% .
2. Ritual, Aturan Adat, dan Pengakuan Resmi
Sebagai bagian dari ritual keagamaan dan adat, arak di gunakan dalam persembahyangan dan sebagai penawar gangguan roh halus. Di Banjar Merita, pembuatan arak “api” di atur lewat peraturan adat (awig-awig) agar kualitasnya tetap murni; pelanggar bisa terkena denda beras
Pembuatan arak kini di akui sah secara hukum—Peraturan Gubernur Bali 2020 dan SK Kemendikbudristek menjadikannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) sejak 2022
3. Ekonomi Petani & Pemberdayaan Lokal
Karangasem memiliki lebih dari 2.200 perajin arak tradisional. Di Tri Eka Buana, 90% warga bergantung pada profesi ini, namun kemarau panjang dapat menurunkan produksi hingga setengahnya
Munculnya produk legal seperti Arakbica (arak kopi berpita cukai) membuka jalur pendapatan baru untuk lebih dari 50 petani nira. Beberapa perajin mampu meraup penghasilan hingga Rp 3 juta per bulan dari arak legal
4. Naik Kelas & Inovasi Produk
Seiring legalisasi, arak Bali kini di kemas modern dan di promosikan sebagai minuman premium. Produk seperti Arakbica—perpaduan arak dan kopi—menjangkau konsumen muda dan wisatawan serta meningkatkan nilai ekonomi bahan baku nira lokal
5. Rasa, Bahaya & Edukasi Konsumen
Dengan kandungan alkohol 30–40%, arak Bali memiliki rasa hangat dan sedikit manis—serupa brendi ringan Namun, kualitas arak rumahan bisa sangat bervariasi, bahkan berbahaya jika terkontaminasi metanol Oleh karena itu, kemasan legal dan label yang jelas sangat penting untuk melindungi konsumen.
Arak Bali dari Karangasem bukan sekadar minuman beralkohol. Ia adalah cerminan warisan leluhur, ritual adat, serta potensi ekonomi wilayah. Dengan pengakuan hukum, perlindungan budaya, dan inovasi berkelanjutan, arak kini menjadi kekayaan lokal yang berpotensi mendunia—selama di konsumsi dengan bijak dan aman.