Kolintang: Warisan Musik Tradisional Minahasa dari Sulawesi Utara

Kolintang: Warisan Musik Tradisional Minahasa

Kolintang adalah alat musik tradisional khas suku Minahasa di Sulawesi Utara yang di mainkan dengan cara di pukul. Terdiri dari bilah-bilah kayu ringan namun padat seperti kayu telur, wenuang, cempaka, dan waru, kolintang menghasilkan nada-nada merdu yang tersusun dalam skala diatonik. Alat musik ini biasanya di mainkan dalam ensambel untuk mengiringi upacara adat, tarian, nyanyian, dan pertunjukan musik.

Asal Usul dan Sejarah

Nama “kolintang” berasal dari bunyi yang di hasilkan: “tong” untuk nada rendah, “ting” untuk nada tinggi, dan “tang” untuk nada tengah. Dalam bahasa Minahasa, ajakan “Maimo Kumolintang” berarti “Mari kita bermain tong-ting-tang”, yang kemudian di singkat menjadi “kolintang”.

Menurut legenda Minahasa, seorang pemuda bernama Makasiga menciptakan alat musik dengan suara lebih merdu dari seruling emas untuk memenangkan hati gadis cantik bernama Lintang. Alat musik tersebut di yakini sebagai cikal bakal kolintang.

Awalnya, kolintang di gunakan dalam upacara pemujaan roh leluhur. Namun, setelah masuknya agama Kristen dan Islam ke Minahasa, fungsi kolintang beralih menjadi pengiring tarian, lagu, dan musik tradisional.

Jenis dan Fungsi

Kolintang memiliki berbagai jenis berdasarkan fungsi dan nada yang di hasilkan, antara lain:

  • Loway (Bass)

  • Cella (Cello)

  • Karua (Tenor 1)

  • Uner (Alto 1)

  • Uner Rua (Alto 2)

  • Katelu (Ukulele)

  • Ina Esa (Melodi 1)

  • Ina Rua (Melodi 2)

  • Ina Taweng (Melodi 3)

Kolintang berfungsi sebagai alat musik ritmis dan melodis, pengiring lagu daerah dan pop, serta di gunakan dalam berbagai kegiatan seperti pesta adat, paduan suara, dan acara perkawinan.

Cara Memainkan

Kolintang di mainkan dengan cara di pukul menggunakan mallet, yaitu tongkat kecil dengan ujung di balut kain atau benang. Biasanya, pemain menggunakan tiga mallet: satu di tangan kiri dan dua di tangan kanan, yang di pegang di sela-sela jari sesuai dengan akor yang di mainkan.

Pelestarian dan Pengakuan

Pada tahun 2013, kolintang di akui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Salah satu tokoh penting dalam pelestarian kolintang adalah Petrus Kaseke, seorang pembuat alat musik dan guru musik asal Minahasa. Ia di kenal sebagai “pionir kolintang” di Jawa karena kontribusinya dalam menjaga keberlangsungan alat musik ini. Pada tahun 2009, berkat usahanya, tercipta rekor dunia dengan 1.223 pemain kolintang tampil bersama dalam sebuah konser.