Payung Geulis—dalam bahasa Sunda berarti “payung cantik”—merupakan salah satu ikon budaya paling khas dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Dengan kerangka bambu, tudung kertas atau kain, dan lukisan motif tradisional yang sarat makna, Payung Geulis bukan hanya alat peneduh, tetapi juga simbol keindahan, kemakmuran, serta identitas regional.
📜 Sejarah dan Asal-Usul
-
Tradisi ini bermula pada era 1930‑an di Kampung Panyingkiran, Indihiang, dengan tokoh pelopor H. Muhyi yang membuat payung untuk melindungi di rinya saat bertaniMasa kejayaannya berlangsung tahun 1950–1960, saat payung ini juga di gunakan oleh noni‑noni Belanda sebagai pelindung sekaligus aksesoris fesyen
🎨 Material & Teknik Pembuatan
-
Bahan utama: bambu untuk rangka, kertas semen atau kain seperti blacu atau brokat untuk tudung, serta gagang kayu
-
Proses handmade: mulai dari penjemuran kertas berlilin kanji, penganyaman bambu, hingga pengecatan motif alam dan geometris menggunakan cat air—semua di lakukan manual oleh pengrajin
🧵 Nilai Budaya, Estetika, & Ekonomi
-
Beyond fungsi fungsional, Payung Geulis di gunakan dalam upacara adat, pernikahan, festival seni, bahkan dekorasi perhotelan dan kafe
-
Penelitian mengungkap payung ini memiliki nilai kultural, estetis, dan ekonomi yang tinggi—meski kini keberadaannya terancam punah karena minim regenerasi pengrajin
🌱 Upaya Modernisasi & Regenerasi
-
Payung Geulis Nailah, di dirikan 2007 oleh Susan di Panyingkiran, sukses merevitalisasi tradisi dengan bahan inovatif seperti kain singkong dan bordir, sekaligus membuka lapangan kerja lokal
-
Inovasi lain termasuk model lipat, payung hias lampu, serta promosi melalui Instagram—menarik pembeli lokal hingga mancanegara
-
Namun tantangan utama tetap regenerasi: banyak pengrajin tua yang berusia lanjut, dengan sedikit minat dari generasi muda .
🌍 Capaian & Tantangan
-
Payung Geulis kini di hargai mulai Rp 50.000 untuk ukuran kecil hingga Rp 300.000 untuk versi bordir atau ukuran besar, dan sudah menembus pasar Jepang, Prancis, Amerika, serta ekspor ke Dubai–Eropa
-
Pemerintah daerah bahkan mewajibkan penggunaan Payung Geulis sebagai dekorasi di kantor, hotel, dan restoran di Tasikmalaya, sebagai upaya konservasi budaya