Rebab adalah alat musik gesek tradisional yang memiliki tempat penting dalam kesenian Jawa, termasuk di wilayah Jawa Tengah. Meski berasal dari Timur Tengah, rebab telah mengalami akulturasi budaya dan menjadi bagian tak terpisahkan dari gamelan Jawa, terutama dalam konteks musik pengiring tari-tarian, wayang kulit, dan upacara adat keraton.
Asal-Usul dan Penyebaran
Rebab di perkirakan masuk ke Nusantara melalui para pedagang dan ulama dari Timur Tengah sekitar abad ke-9 hingga ke-15. Di Jawa Tengah, alat musik ini kemudian di adaptasi dan menjadi elemen utama dalam musik tradisional, khususnya dalam pengiring gamelan di lingkungan keraton Solo dan Yogyakarta.
Ciri Khas Rebab Jawa Tengah
Rebab Jawa Tengah memiliki bentuk yang ramping dengan badan bulat pipih. Alat musik ini biasanya di buat dari bahan kayu dengan bagian depan tubuhnya di lapisi kulit tipis (umumnya kulit binatang) sebagai resonator suara. Lehernya panjang dan hanya memiliki dua senar, yang di mainkan dengan cara di gesek menggunakan busur khusus.
Suara yang di hasilkan oleh rebab sangat khas—melengking, halus, dan mendayu. Karakter suara ini membuat rebab sangat cocok di gunakan untuk membangun suasana sakral, mengiringi tembang-tembang Jawa yang penuh makna filosofis dan emosional.
Fungsi dalam Gamelan
Dalam satu set gamelan Jawa, rebab berfungsi sebagai pemimpin melodi, terutama dalam pengiring tembang atau sulukan dalam pagelaran wayang. Meskipun rebab bukan instrumen paling nyaring, kehadirannya sangat dominan dalam menentukan arah alur musik. Sang penggesek rebab harus memahami betul struktur lagu dan menyesuaikan permainan dengan emosi serta dinamika pertunjukan.
Simbol Filosofis
Selain fungsi musikal, rebab juga mengandung nilai filosofis. Dalam kosmologi Jawa, rebab melambangkan suara hati atau rasa. Kehalusan bunyinya mencerminkan laku spiritual orang Jawa yang menjunjung tinggi keselarasan batin. Rebab juga dianggap sebagai medium komunikasi antara manusia dan alam gaib, terutama dalam konteks pewayangan.
Pelestarian dan Tantangan
Meskipun rebab masih eksis hingga kini, keberadaannya mulai tergerus oleh modernisasi. Upaya pelestarian dilakukan oleh para seniman, budayawan, dan lembaga kebudayaan, baik melalui pendidikan seni di sekolah, sanggar tradisional, hingga festival musik tradisi. Di berbagai kota seperti Solo, Klaten, dan Semarang, rebab masih aktif dimainkan dalam pertunjukan gamelan dan kegiatan adat.