Seruit adalah hidangan tradisional Lampung yang terdiri dari ikan air tawar (seperti belida, baung, layis, atau nila) yang di bakar atau di goreng, kemudian di sajikan bersama sambal terasi dan tempoyak (durian fermentasi), serta lalapan segar
🤝 Filosofi “Nyeruit”: Makan Bersama Kita
Dalam budaya Lampung, makan seruit di sebut nyeruit, yang berarti makan bersama-sama. Hidangan ini di sajikan dalam porsi besar atau di atas daun pisang, di nikmati secara lesehan tanpa peralatan makan, dan di ciptakan untuk mempererat hubungan antaranggota komunitas
“Tradisi makan seruit bersama keluarga atau tetangga mencerminkan semangat gotong royong dan keakraban”
🌶️ Cita Rasa yang “Ramai”
Rasanya di sebut ramai karena perpaduan elemen rasa: pedas, asam, asin, dan gurih. Sambal terasi dan tempoyak kuat berperan, di padu ikan bercita rasa kuat, serta segarnya lalapan seperti timun, kemangi, terong, atau petai
🍛 Cara Menikmati Seruit
-
Ikan di bakar atau di goreng, lalu di lumuri sambal terasi + tempoyak.
-
Tambahkan lalapan segar dan pindang ikan.
-
Semua lauk di campur dan di ulek (kadang di cobek/lesung).
-
Di santap bersama nasi hangat, menggunakan tangan, tanpa piring sendok
📍 Seruit di Bandar Lampung
Salah satu tempat terkenal menyajikan seruit adalah RM Sambal Seruit Buk Isah di Jalan Pramuka, Rajabasa. Terkenal karena sambalnya yang “melimpah” dan cita rasa autentik yang memikat pelanggan lokal maupun wisatawan
✅ Intisari
Aspek | Penjelasan |
---|---|
Makna budaya | Lambang kebersamaan, ikatan sosial, dan identitas komunitas Lampung |
Rasa | Harmoni pedas, asam, asin, gurih dari perpaduan ikan, tempoyak, sambal |
Sajian | Di piring besar, di atas daun pisang, santap lesehan tanpa alat makan |
Tempat populer | Bandar Lampung (misalnya RM Buk Isah), juga ditemukan di seluruh Lampung |
Seruit bukan sekadar makanan—ia adalah pengalaman budaya turun‑temurun yang mempersatukan orang melalui makan bersama.