Tarawangsa: Musik Sakral dari Tanah Sunda

Tarawangsa: Musik Sakral dari Tanah Sunda

Tarawangsa adalah salah satu warisan musik tradisional Sunda dari Jawa Barat, khususnya daerah Sumedang, Cibalong (Tasikmalaya), Banjaran (Bandung), dan Banten selatan  Alat musik ini tergolong langka dan memiliki peran besar dalam ritual pertanian masyarakat agraris Jawa Barat sebagai ungkapan syukur atas panen padi.

🔍 Asal Usul dan Nama

Istilah “Tarawangsa” berasal dari gabungan kata Sunda: Ta (dari meta – gerakan), Ra (sinar agung atau matahari), dan Wangsa (bangsa atau umat). Secara harfiah, berarti “kisah kehidupan bangsa matahari” . Sebutan ini mengisyaratkan hubungan erat antara tarawangsa dan siklus matahari maupun keberkahan alam.

Dokumen kuno di Bali abad ke-10 juga mencatat istilah “trewasa” atau “trewangsah” yang merujuk pada tarawangsa, menunjukkan bahwa kesenian ini pernah tersebar lebih luas dan terkait dengan ritual umat Hindu Jawa

🎼 Instrumen dan Teknik Bermain

Tarawangsa termasuk instrumen gesek (sejenis rebab jangkung) dengan resonansi kayu berleher panjang dan umumnya memiliki dua dawai logam; lebih jarang terdapat tiga . Instrumen ini di mainkan berdiri dengan cara di gesek satu dawai sambil dawai lainnya di petik secara bersamaan, menghasilkan melodi pelog yang khas

Selain tarawangsa, musik ini selalu di sandingkan dengan jentreng, alat musik petik tujuh-dawai yang mirip kecapi, menciptakan harmoni magis antara gesek dan petik

🌾 Fungsi Ritual dan Sosial

Tarawangsa sering di mainkan dalam upacara panen padi (ngalaksa, seren taun), pesta adat, pernikahan, hingga penyambutan tamu penting sebagai wujud doa dan syukur. Musiknya di percaya mengandung kekuatan magis, seperti mampu menangkal energi negatif dan mendekatkan manusia dengan leluhur maupun alam

Pertunjukan tarawangsa kerap di sertai tarian trance, di mana penari di bawa dalam kondisi mistik hingga merasa terhubung secara spiritual—suara serta ritmenya intens dan meditatif .

💔 Ancaman Kepunahan dan Regenerasi

Meskipun telah di akui sejak 2011 sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional, jumlah pemain tarawangsa terus menurun. Di banyak daerah hanya tersisa sedikit maestro seperti Cece dari Rancakalong, yang mewariskan ilmunya secara turun-menurun dan melalui pengajaran informal di sanggar seni

Regenerasi juga terjadi melalui sanggar modern dan kampus, serta kolaborasi dengan unsur musik kontemporer untuk menarik minat generasi muda . Kelompok seperti Tarawangsa Pusaka Sunda bahkan telah tampil di festival internasional seperti Roskilde (Denmark) dan Rudolstadt (Jerman)